Sabtu, 23 Maret 2013

Second Chance With Different Way

Rasa kecewa dan sesal itu masih belum surut membanjiri hati dan pikiran. Biarlah. Jangan dipaksakan. Ia akan mengering dengan sendirinya. Karena seperti badai, ia pasti kan berlalu.

Jum'at pagi penuh hikmah. Perasaan tertekan karena sejak semalam pikiran saya tak kunjung tenang. Tak kunjung menyatu dengan raga. Entah, mungkin ada yang salah dengan ruhiyah saya akhir-akhir ini. Saya belum siap, benar-benar dan pasti tidak siap.

Bagi saya, proses yang panjang dan tidak instan untuk memahami sesuatu sangat dibutuhkan. Saya memang tipikal orang yang mudah mengingat, tapi jiwa harus sangat-sangat tenang. Tidak baru saja terlalu banyak tertawa, berbicara atau melakukan kesalahan sekecil apapun. Saya masih tidak siap.

Hingga juri tiba, saya masih tidak bisa menyatukan atau bahasa kerennya menyinkronkan jiwa, raga dan skemata pengetahuan yang saya punya. It's so blank. Serasa tak ada udara apalagi sesuatu yang bisa saya tangkap kemudian saya ungkapkan. Hampa.

Ini adalah kesempatan kedua yang diberikan Allah SWT. kepada saya. Seharusnya secara poin saya bisa menambah ketertinggalan dua tahun lalu. Dan minimal bisa beranjak dari juara harapan satu ke tiga besar. Itu impian saya, tapi ikhtiarnya? Dua jam sebelum acara dimulai. Sangat nekat.

Tapi saya beruntung dengan tim yang kuat, menguatkan saya dan akhirnya Allah tetap menakdirkan tim kami berada di posisi harapan satu. Tidak buruk, walau tidak berarti juga baik. Mungkin tangisan saya hari itupun takkan cukup mewakili kekalahan dan rasa malu. 'afwan jiddan.

Ada hal yang saya rasakan indah dalam kekalahan ini. Karena orang lain tak bisa merasakan ni'matnya. Sungguh.

Dua tahun yang lalu, saat semangat menggebu dengan dukungan penuh seseorang yang sangat spesial. Saya berlomba, saling memberi kabar, dan masih sempat membicarakan masa depan. Saya tak ingat, apakah niat saya lurus atau malah seperti apa?

Saat itu tim kami juga mengalami kekalahan, harapan satu. Bedanya dulu ada seseorang itu, laki-laki yang sepertinya memahami betul saya dan bercita-cita menjadi pendamping hidup saya. Arus asmara itu membawa kami hanyut. Meski hanya di dunia maya.

Bedanya, saya rasakan pertolongan Allah lebih banyak dan dekat. Saya dengan tim yang hebat masih bisa bertahan di posisi itu. Padahal persiapan saya amat singkat. Jelas berbeda, karena kini tak ada lagi laki-laki itu. Tidak ada lagi arus asmara yang dikayuh oleh penggoda manusia.

Dua tahun yang lalu
Dia maya
Lalu tahun itu

Dia nyata 
Ada di depan jendela kaca
Tapi berbeda

Jika dulu
Karena perasaan yang tumbuh di jantung itu
Maka sekarang
Jelas hanya kewajiban dan tanggungan di pundak  

Terima kasih Robbii aku akan selalu ge-er dan akan tetap ge-er dengan penjagaan dan perhatian-Mu yang begitu besar. Cinta-Mu begitu nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar