AGAKNYA judul
tersebut menggelikan, bagaimana mungkin Ikhwan memberikan harapan palsu?
Padahal lazimnya, Ikhwan itu adalah seorang aktivis da’wah yang aqidahnya
lurus, ibadahnya benar, hatinya bersih, seluruh sendi kehidupannya selalu
diniatkan semata untuk beribadah kepada-Nya. Menggapai kasih sayang sang
pemilik kehidupan.
Tapi begitulah kehidupan dengan lika-likunya,
begitulah da’wah dengan berbagai ranjaunya. Jika tidak berhati-hati dalam
berucap, bersikap, berniat, bersiaplah masuk ke dalam langkah syetan yang
beribu macam caranya. Termasuk memberikan harapan kosong, angan-angan.
Cerita cinta
antara aktivis da’wah memang selalu mengundang tanya, ada apa dengan mereka?
Kenapa bisa seperti itu? Mereka juga manusia biasa, betul memang. Tapi tak
lantas menjadi sebuah pembelaan atas segala hal yang Alloh tak sukai.
Tersebutlah
dua aktivis muda yang masih junior, ya ikhwan dan akhwat. Dua-duanya suka
sastra, suka nonton film. Singkatnya hobi keduanya hampir sama dalam beberapa
bidang. Ikhwan ini memang dekat dengan kami para akhwat, tapi ya begitu karena
ada sesuatu yang kurang dengan anggota keluarganya. Dan kami yang senior memahami
itu, sudah seperti adik sendiri saja.
Tetiba,
setelah beberapa lamanya menjadi aktivis da’wah. Seringkali muncul di dunia
maya itu, cerita berbalas komentar di timeline
masing-masing. Apapun itu, berbalas puisi, quotes
atau meminjam buku-buku terbitan baru. Berseliweran di hadapan mata para
senior, cerita tentang ikhwan-akhwat junior itu.
Dan selalu
pada akhirnya, akhwat yang akan mengaku jatuh hati. Merasa, dialah ikhwan satu-satunya
yang kelak akan mendampingi hidupnya hingga ajal menjemput. Merana, lupa dengan
amanah-amanah da’wah, atau juga menjadi segan untuk sekadar setor muka di depan
teman aktivis da’wah yang lain. Padahal, belum tentu mereka tahu atau bisa
membaca apa yang ada dalam hatinya bukan?
Ah sayang
sekali, dan yang lebih parah lagi jika katanya ada keyakinan yang kuat dalam
hati membingkai namanya dalam hati. Dan menganggap ikhwan itu pun merasakan hal
yang sama atau lebih ekstrem lagi menyebutkan Ikhwan itu telah mengungkapkan
perasaan sukanya lewat kiriman kata-kata puitis.
Tapi, apa
benar begitu? Setelah para senior merasa gelisah dengan perkara yang sepertinya
sepele tapi berdampak besar untuk kemajuan da’wah. Diadakanlah sebuah cek dan
ricek alias tabayyun, kepada sang Ikhwan yang telah membuat sang akhwat merana.
Begitu
rasanya jadi tetua (senior, red.), harus mau mengorbankan diri bertanya yang
sebenarnya risih ditanyakan. Apa jadinya jika pertanyaan, “Antum suka sama
akhwat itu?” Terdengar sangat to the
point, tapi apalagi yang mau dipertanyakan jika pada intinya memang itu.
Lalu antara berucap syukur dan merasa kasihan, ikhwan itu menjawab dengan nada
terkejut. “Suka sama akhwat? Gak ukh, sepertinya ada salah paham. Ana
ngerasanya komunikasi biasa aja, lagian juga selama ini ana gak pernah
melakukan hal-hal yang istimewa semisal ngajak nonton atau pergi bareng ke
tempat makan. Memang pernah pergi bersama tapi banyakan, gak berdua.”
Senior pun
berkerut kening, berusaha mempercayai ucapan yang baru saja dilontarkan sang
ikhwan. Ah, kasihan sekali akhwat yang merasa dirinya istimewa padahal biasa
saja, merasa dianggap spesial padahal juga sama saja dengan yang lainnya,
merasa dicintai padahal juga tidak.
Betul ucapan
Tere Liye, saat kita suka dengan seseorang terkadang kita terlalu banyak
membuat kesimpulan-kesimpulan sendiri hingga kita tidak tahu mana simpul nyata
dan simpul dusta. Ah, cinta.
Maka akhwat,
berhati-hatilah dengan hati. Jangan sampai kejernihannya mengeruh karena arus
asmara yang dibuat sendiri, membesar dengan sendirinya lalu menenggelamkan diri
hingga pada akhirnya bekas-bekas tenggelamnya akan berdampak pada pikiran dan
berujung pada perbuatan. Berusaha untuk selalu bersikap biasa saja dalam
menanggapi banyak hal, karena terkadang mata kita bisa dibutakan oleh sesuatu
yang bernama hawa nafsu.
Titip juga
untuk para ikhwan, agar menjaga lisan dan pandangan. Agar tidak ada yang merasa
diistimewakan karena pujian, tidak merasa diperhatikan betul-betul lekat hingga
menganggapnya sebagai tanda rasa suka. Menghindari berkirim pesan atau apapun
dalam berkomunikasi di dunia maya jika tidak terlalu penting. Karena
pesan-pesan itu tanpa ekspresi dan emosi, ia akan memiliki sifat keduanya
dengan perasaan si pembaca pesan. Karena darinya akan muncul bunga-bunga cinta
yang bisa jadi berubah menjadi duri bagi aktivis da’wah.
Hindari,
karena bagi akhwat kata yang indah satu saja itu adalah sebuah anugerah yang
istimewa di hatinya. Tentu masih ingat bukan? Akhwat akan lebih mengutamakan
penggunaan hati atau perasaan dibanding logika. Hati-hati, jangan sampai tidak
ada niatan PHP tapi jadi nge-PHP-in. []

kerenn
BalasHapusalhamdulillah :)
Hapussemua org juga bisa keren ^^
subhanallah, ukhti... indah kata-katanya. :)
BalasHapusalhamdulillah :)
Hapusjazaakillah teh tsan ^^
Wah saya suka ini. Pas banget sama kebutuhan dakwah UPI nih he he
BalasHapuseh, ada akh ian ..
Hapussemoga akh, temen2 UPI baca dan menyadari termasuk buat saya pribadi. hehe
Wahhh Teh Hanifah tulisannya bermakna dan bagus
BalasHapusalhamdulillah :)
Hapusjazaakillah as ^^
as juga begitu, selalu keren ;)