Senin, 18 Februari 2013

Lima Bahasa Cinta

Ahad, 27 Januari 2013

Walaupun tanggal ini mengandung unsur angka tujuh, tapi bukan kelipatan tujuh. Hehe, nggak ada hubungannya kok sama tulisan lepas kali ini.

Pagi di akhir Januari itu ada yang sedang saya cari, saya ingin segera menemukan jawaban itu. Supaya keputusan bisa cepat diambil sambil berharap memang itulah yang terbaik untuk saya. Karena dilema yang berkepanjangan tidak baik untuk kelangsungan hidup saya. Juga kelangsungan beban yang diamanahkan di pundak saya.


Ceritanya saya sedang menghibur diri, tapi ajaibnya bagi seorang perempuan adalah saat dia butuh hiburan dari kepenatan ia akan pergi ke tempat berbelanja. Entah itu mall atau pasar tradisional. Padahal berbelanja itu menguras kantong, dan pada akhirnya kepenatan itu akan muncul karena kantong kecolongan. Tertarik dengan barang ini-itu, tak bisa bilang tidak kalau sudah melihat pada pandangan pertama.

Seperti ada chemistry saja dengan benda atau apapun yang dijual disana.

Bagi saya berbeda halnya, saya hanya tertarik dan ingin membeli hal-hal kecil yang murah dan tidak terlalu menguras kantong. Secukupnya saja, yang kira-kira dibutuhkan. Ah masa?

Tapi yang pasti saya paling tidak bisa menahan diri untuk tidak membeli bros dengan aneka warna dan bentuk yang harganya murah 'akut.'

Tiba-tiba saja, wajah orang-orang yang saya sayangi berkelebatan dalam ingatan. Dan mata saya tertuju pada sebuah bros kayu hijau yang cantik. Tadinya, secara manusiawi huruf yang dicari adalah huruf H. Inisial nama depan saya tentunya. Sayang, sedang tidak ada. Akhirnya ada sebuah inisial dalam pikiran saya, "Ah, saya akan berikan kepadanya saja. Lumayan buat oleh-oleh."

Matahari beranjak, kian lama keindahannya semakin tampak di pelupuk mata. "Hayu de, mau berangkat sekarang?" ujar mbak cantik yang baik hatinya mau mengantar saya. Saya pun bergegas pergi dari pasar tradisional itu, pergi mencari nasihat dari seseorang yang juga mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya.

Sampai juga di tempat yang dituju. Baru kali ini saya menghadiri majelis beliau. Ya, karena jarak Purwakarta-Bandung tidaklah dekat. Ramai hingga ke luar masjid kampus tersebut. Majelis ini dinamai dengan Majelis Percikan Iman, atau biasa disingkat dengan MPI. Tentu dengan pembicara Ust. Aam Aminudin.

Pagi ini pembahasan dimulai dengan masalah penyakit yang paling banyak diderita oleh orang Indonesia, oleh seorang dokter.

Baru kemudian Ust Aam yang berbicara, dengan suaranya yang khas dan lembut. Tidak serius tapi tidak juga penuh candaan. Seimbang. Menjawab pertanyaan-pertanyaan umat. Dan yang masih saya ingat adalah tentang pembahasan merayakan ulang tahun yang nyambung dengan "Lima Bahasa Cinta."

Menurut penuturannya ada lima bahasa cinta,

Pertama, katakan. Sebagai seorang ayah/ibu/pendidik kita harus mampu dan mau mengungkapkan kata cinta dan sayang itu kepada putra/siswa kita. Karena kata-kata itu memiliki kekuatan yang tinggi dalam memotivasi mereka. Mereka sangat membutuhkan kata itu, dan mereka ingin mendengarnya langsung dari kita. Dan supaya mereka tahu apa yang ada dalam hati dan yang kita rasakan terhadap mereka.

Kedua, hadiah. Seperti sabda Rasulullah SAW yang kurang lebih isinya begini, "Saling memberi hadiahlah maka kamu akan saling mencintai." Hadiah merupakan sesuatu yang berharga bagi seseorang, meskipun harganya tidak mahal sekalipun. Tapi yang harus kita nilai adalah, betapa orang itu mengingat kita dan ingin memberikan sesuatu untuk kita.

Ketiga, sentuhan. Poin ketiga ini bisa dipadukan dengan poin pertama yaitu katakan. Saat mengatakan rasa cinta dan sayang, kita sebagai pendidik sebaiknya memberikan sentuhan kepada anak didik. Membelai kepalanya, mendekap pundaknya. Tentunya sewajarnya.

Keempat, beri surprise. Kita selalu mengartikan surprise itu kejutan yang benar-benar wah dan mahal. Memberikan surprise mobil mewah, kalung liontin berlian dsb. Padahal yang murah atau istilahnya sederhana saja jika dikemas dengan baik, dengan lembut dan penuh perencanaan. Pasti akan menjadi surprise yang menyenangkan dan terus dikenang.

Kelima, do'a. Selalu do'akan kebaikan untuk saudara kita, anak didik kita atau siapapun umat muslim di dunia ini. Maka jika itu dilakukan dengan hati yang ikhlas, dengan tersembunyi. Malaikat akan turut mengamini dan akan berujar, "Demikian juga engkau." Doakan kebaikan bahkan saat disakiti sepahit apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar