Lebih baik begini, nyur. Berpamitan meminta keikhlasan. Daripada hilang tak menjawab. Lebih menyakitkan dan membuat pertanyaan berjejalan.
Lebih baik begini, nyur. Tenang menjalani hidup. Tak ada lagi peperangan batin yang selalu meminta gencatan senjata.
Lebih baik begini, nyur. Memantaskan diri. Diridhoi Ilahi Robbii.
Lebih baik begini, nyur. Menjaga hati. Mempersiapkan kesucian diri. Menjadi yang dinanti.
Lebih baik begini, nyur. Tidak ada lagi letupan rindu yang berharap. Tidak ada lagi debar jantung yang berdegup, menunggu.
"Pokoknya Menulis, hasil dari membaca, berbagi, berdiskusi, menasihati, berpikir, introspeksi, merenung..."
Kamis, 12 Desember 2013
Minggu, 01 Desember 2013
Hanya 7x24 Jam
1x24 Jam
Masih berasa mimpi, mengharapkan sesuatu yang pasti?
Deg-degan, tegang, senyum-senyum sendiri
Indahnya lebih dari cinta pertama yang bersemi
2x24 Jam
Sebenarnya ada rasa tidak yakin
Yang biasa dikenal dengan ragu
Ada prasangka yang membuat impian menguap
Masih berharap selama kenyataan belum menghadap
Serahkan pada-Nya
Yakin akan kehadirannya jika Ia setuju
Masih berasa mimpi, mengharapkan sesuatu yang pasti?
Deg-degan, tegang, senyum-senyum sendiri
Indahnya lebih dari cinta pertama yang bersemi
2x24 Jam
Sebenarnya ada rasa tidak yakin
Yang biasa dikenal dengan ragu
Ada prasangka yang membuat impian menguap
Masih berharap selama kenyataan belum menghadap
Serahkan pada-Nya
Yakin akan kehadirannya jika Ia setuju
Sabtu, 28 September 2013
Sayap yang Tak Pernah Patah
Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. "Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain," kata Rumi, "sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain." Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.
Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab disini kita justru sedang melakukan sebuah "pekerjaan jiwa" yang besar dan agung: mencintai.
Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki cinta, memiliki "sesuatu" yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: "Apakah yang akan kuberikan?" Tentang kepada "siapa" sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.
Jadi kita hanya patah atau hancur karena lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita! ~ Anis Matta ~
Jumat, 27 September 2013
Jangan Lupa Menikah
MEMANG benar, obat yang paling mujarab untuk rasa kehilangan itu hanya waktu dan kesibukan. Tenggelamkan diri dalam aktivitas positif sebanyak mungkin, meski tetap harus mengukur kemampuan tubuh sendiri. Karena jika tidak, rasa kehilangan itu tetap ada mengundang penyakit juga iya. Kita tidak mau bukan berakhir di rumah sakit hanya gara-gara hal sepele yang di kemudian hari sebenarnya bisa kita dapatkan lagi. Walau dengan pemahaman yang berbeda.
Ya, jangan lupa sisihkan waktu untuk keluarga tercinta. Karena ibu sangatlah senang melihat anaknya sepanjang hari ada di rumah, menjaga kebersihan rumah. Dan biasanya Ibu akan protes sekali waktu jika satu pekan ini tak melihat anaknya diam di rumah. Alias semua hari adalah hari kerja, dan pada akhirnya terkadang akan sulit mendapatkan izin keluar rumah untuk kegiatan selanjutnya.
Beda ibu, beda karakter. Ada juga ibu yang 'membebaskan' anaknya keluar rumah dengan berbagai syarat yang telah disepakati. Ada juga ibu yang mempercayai anaknya pergi keluar rumah hanya untuk hal-hal yang positif. Akan selalu ada hikmah di balik semua karakter ibu kita. Dan yang harus disyukuri, kita masih punya seorang ibu yang selalu mendoakan kita.
Suatu hari, saya meresahkan sesuatu. Apakah Ibu meridhoi saya yang seringkali keluar rumah dari pagi buta hingga malam menjelang? Dan itu semua hampir saya lakukan setiap hari. Hmm, bisa dibilang rumah sudah seperti tempat transit saja.
Akhirnya saya memutuskan untuk menanyakannya langsung kepada ibu. Dan alangkah terkejutnya saya dengan jawaban ibu. "Ibu mah ridho neng, asalkan semua itu kegiatannya positif, bagus buat neng mah kenapa harus dilarang? Tapi titip satu hal ibu mah ka neng teh," tuturnya menggantung kalimat.
"Apa itu bu?" tanya saya dengan rasa penasaran. "Jangan lupa menikah," sambungnya.
Seketika itu juga saya tersenyum-senyum penuh arti. Ada-ada saja ibu saya ini, beliau mengkhawatirkan saya lupa dengan urusan menggenapkan separuh din ini.
Ibu saya hanya melihat beberapa fakta di lapangan, begitu banyak perempuan yang masih lajang hingga kepala tiga karena karir membuatnya lupa urusan sakral satu ini.
Baiklah bu, terima kasih atas kepercayaan penuhnya dan terima kasih atas nasihatnya yang luar biasa. Saya tidak pernah mengkhawatirkan masalah itu. Jika memang waktunya sudah tepat dan dekat ia juga akan mendekat. Tapi apalah daya manusia yang lemah ini, jika memang waktu tepat itu masih terpaut jauh. Hanya bisa menjaga kehormatan diri, terus berikhtiar memperbaiki diri, menyongsong waktu yang tepat bersama orang yang tepat. []
Senin, 10 Juni 2013
Ketika Wanita Memimpin
Hari ini disuguhi tugas menulis tentang seorang ibu negara dari perdana menteri Turki yang kedua puluh lima, Reccep Tayyip Erdogan tentunya. Jiwa sosialnya ternyata tinggi sekali, terkenal dan dekat dengan tak hanya perempuan di negara-negara Timur Tengah tapi juga negara Barat. Subhanalloh.
Minggu, 02 Juni 2013
Jika Karena Harta, Dari Dulu Sudah Kuterima
HARI ini adalah hari pernikahannya. Entah apa yang kurasakan,
sedih, gembira ataukah malah plain? Tapi yang pasti seharian ini aku
hanya terdiam, memandang nanar setiap pojok kamar. Bingung.
Begini ya rasanya ditinggal menikah? Padahal dulu aku sama
sekali tidak merasakan sesuatu yang istimewa dalam hati. Biasa saja malah
cenderung apatis. Tepat dua tahun yang lalu, saat ada seseorang yang tiba-tiba
datang mengejutkanku. Ia datang melamarku? Apa melamar? Melamar anak ingusan?
Ya, aku baru saja duduk di semester empat perkuliahan.
Selasa, 28 Mei 2013
Bingkai Itu 'Sekufu'
Bumi …
Aku mulai merasa bosan
Bukan, sama sekali bukan
Bukan karena kamu seperti matahari atau awan
Aku bosan mengejarmu
Aku bosan membayangimu
Dan rasanya semakin hari aku
Tak bisa menyejajarimu
Aku tidak bisa menyusulmu
Dalam bingkai kata ‘sekufu’
#bukanputusasa
Miris. Dramatis
Aku menganggapmu ada
Tapi kau tak pernah ada
Aku menganggapmu nyata
Tapi kau pergi tanpa kata
Miris. Dramatis.
Aku seperti berbicara sendiri
Menanti dan menunggui
Tapi nyatanya aku hanya berteman sepi
23022013
Ujian di Puncak Ketinggian
Ujian itu buah cinta. Ujian itu bunga kasih. Ujian itu akar
harapan. Demikian ujian dengan berbagai definisi.
Ujian hanya datang kepada orang yang kuat. Ujian hanya datang
kepada orang yang siap. Ujian hanya datang kepada yang siap menjemput
kesuksesannya. Demikianlah ujian hanya datang kepada sebagian orang.
Ujian bukan datang karena kebencian. Ujian bukan datang
karena kekecewaan. Ujian bukan datang karena kemarahan. Demikianlah ujian
datang karena kecintaan, perhatian, dan kasih sayang.
Ujian tidak datang untuk menghancurkan. Ujian tidak datang
untuk menggentarkan. Ujian tidak datang untuk melumpuhkan. Demikianlah ujian
datang untuk mengokohkan.
Ujian itu bentuk cinta-Nya. Sebagaimana halnya saat kita
bersekolah. Supaya kita naik ke tingkatan yang lebih tinggi. Punya bekal untuk
menghadapi hal yang lebih berat dari saat ini. Maka perlu ada ujian untuk
menguji.
dava_
“Robbii, izinkan aku selalu ge.er dengan perhatian dan
penjagaan-Mu.”
Sabtu, 20 April 2013
Lantas, Siapa Percaya?
TULISAN itu menempel di dinding kamar. Paling besar diantara tulisan yang lain, judulnya "Grand Visions" atau kalau di bahasa Indonesia artinya visi-visi besar nyang punya kamar. Entah yang punya kamar kemana jadinya keyboard notebook keluaran jadul ini menuliskan apa saja semaunya. Hehe.
Oh, ternyata Vida sang pemilik kamar tengah asyik menggambar sebuah peta pemikiran dengan warna-warni yang asyik supaya lebih mudah diingat. Aha! Mungkin kosa kata baru bahasa Arab, hari ini kan dia ada kelas bersama kakak sepupunya. Bisa jadi.
Oh, ternyata Vida sang pemilik kamar tengah asyik menggambar sebuah peta pemikiran dengan warna-warni yang asyik supaya lebih mudah diingat. Aha! Mungkin kosa kata baru bahasa Arab, hari ini kan dia ada kelas bersama kakak sepupunya. Bisa jadi.
Selasa, 09 April 2013
Selubung Ajaib
TOKOH:
1.
PETANI
1 : Peta
2.
PETANI
2 : Tani
3.
DOMBA
1 : Mba
4.
DOMBA
2 : Do
5.
PENGGEMBALA : Suji
6.
SERIGALA : Swiper
Selubung
ajaib. Hm, makhluk apakah ia? Adik-adik pasti bertanya-tanya. Tahu dong tutup
saji yang menutupi makanan? Nah, sama deh kayak gitu. Tutup yang menutupi apa
saja yang ada di dalamnya. (Memperagakan pake tutup saji).
Tempat
ini dinamakan dengan daerah Tutup Saji, hanya ada sawah dan padang rumput.
Tempat ini ditutupi sama selubung ajaib dan nggak sembarang orang bisa memasuki
daerah ini. Hanya orang-orang yang baik dan punya niat baik yang lolos masuk ke
dalam. Makanya penduduk di dalam Tutup Saji orangnya baik-baik. Oh iya,
selubung ini nggak keliatan makanya adik-adik nggak bisa liat.
Selubung
ini bakalan kebuka kalo ada orang yang berbohong dua kali, taraaammmm
orang-orang jahat bisa masuk deh. Yaaahhhh…
Sabtu, 23 Maret 2013
Second Chance With Different Way
Rasa kecewa dan sesal itu masih belum surut membanjiri hati dan pikiran. Biarlah. Jangan dipaksakan. Ia akan mengering dengan sendirinya. Karena seperti badai, ia pasti kan berlalu.
Jum'at pagi penuh hikmah. Perasaan tertekan karena sejak semalam pikiran saya tak kunjung tenang. Tak kunjung menyatu dengan raga. Entah, mungkin ada yang salah dengan ruhiyah saya akhir-akhir ini. Saya belum siap, benar-benar dan pasti tidak siap.
Bagi saya, proses yang panjang dan tidak instan untuk memahami sesuatu sangat dibutuhkan. Saya memang tipikal orang yang mudah mengingat, tapi jiwa harus sangat-sangat tenang. Tidak baru saja terlalu banyak tertawa, berbicara atau melakukan kesalahan sekecil apapun. Saya masih tidak siap.
Hingga juri tiba, saya masih tidak bisa menyatukan atau bahasa kerennya menyinkronkan jiwa, raga dan skemata pengetahuan yang saya punya. It's so blank. Serasa tak ada udara apalagi sesuatu yang bisa saya tangkap kemudian saya ungkapkan. Hampa.
Ini adalah kesempatan kedua yang diberikan Allah SWT. kepada saya. Seharusnya secara poin saya bisa menambah ketertinggalan dua tahun lalu. Dan minimal bisa beranjak dari juara harapan satu ke tiga besar. Itu impian saya, tapi ikhtiarnya? Dua jam sebelum acara dimulai. Sangat nekat.
Tapi saya beruntung dengan tim yang kuat, menguatkan saya dan akhirnya Allah tetap menakdirkan tim kami berada di posisi harapan satu. Tidak buruk, walau tidak berarti juga baik. Mungkin tangisan saya hari itupun takkan cukup mewakili kekalahan dan rasa malu. 'afwan jiddan.
Ada hal yang saya rasakan indah dalam kekalahan ini. Karena orang lain tak bisa merasakan ni'matnya. Sungguh.
Dua tahun yang lalu, saat semangat menggebu dengan dukungan penuh seseorang yang sangat spesial. Saya berlomba, saling memberi kabar, dan masih sempat membicarakan masa depan. Saya tak ingat, apakah niat saya lurus atau malah seperti apa?
Saat itu tim kami juga mengalami kekalahan, harapan satu. Bedanya dulu ada seseorang itu, laki-laki yang sepertinya memahami betul saya dan bercita-cita menjadi pendamping hidup saya. Arus asmara itu membawa kami hanyut. Meski hanya di dunia maya.
Bedanya, saya rasakan pertolongan Allah lebih banyak dan dekat. Saya dengan tim yang hebat masih bisa bertahan di posisi itu. Padahal persiapan saya amat singkat. Jelas berbeda, karena kini tak ada lagi laki-laki itu. Tidak ada lagi arus asmara yang dikayuh oleh penggoda manusia.
Dua tahun yang lalu
Dia maya
Lalu tahun itu
Dia nyata
Ada di depan jendela kaca
Tapi berbeda
Jika dulu
Karena perasaan yang tumbuh di jantung itu
Maka sekarang
Jelas hanya kewajiban dan tanggungan di pundak
Terima kasih Robbii aku akan selalu ge-er dan akan tetap ge-er dengan penjagaan dan perhatian-Mu yang begitu besar. Cinta-Mu begitu nyata.
Jum'at pagi penuh hikmah. Perasaan tertekan karena sejak semalam pikiran saya tak kunjung tenang. Tak kunjung menyatu dengan raga. Entah, mungkin ada yang salah dengan ruhiyah saya akhir-akhir ini. Saya belum siap, benar-benar dan pasti tidak siap.
Bagi saya, proses yang panjang dan tidak instan untuk memahami sesuatu sangat dibutuhkan. Saya memang tipikal orang yang mudah mengingat, tapi jiwa harus sangat-sangat tenang. Tidak baru saja terlalu banyak tertawa, berbicara atau melakukan kesalahan sekecil apapun. Saya masih tidak siap.
Hingga juri tiba, saya masih tidak bisa menyatukan atau bahasa kerennya menyinkronkan jiwa, raga dan skemata pengetahuan yang saya punya. It's so blank. Serasa tak ada udara apalagi sesuatu yang bisa saya tangkap kemudian saya ungkapkan. Hampa.
Ini adalah kesempatan kedua yang diberikan Allah SWT. kepada saya. Seharusnya secara poin saya bisa menambah ketertinggalan dua tahun lalu. Dan minimal bisa beranjak dari juara harapan satu ke tiga besar. Itu impian saya, tapi ikhtiarnya? Dua jam sebelum acara dimulai. Sangat nekat.
Tapi saya beruntung dengan tim yang kuat, menguatkan saya dan akhirnya Allah tetap menakdirkan tim kami berada di posisi harapan satu. Tidak buruk, walau tidak berarti juga baik. Mungkin tangisan saya hari itupun takkan cukup mewakili kekalahan dan rasa malu. 'afwan jiddan.
Ada hal yang saya rasakan indah dalam kekalahan ini. Karena orang lain tak bisa merasakan ni'matnya. Sungguh.
Dua tahun yang lalu, saat semangat menggebu dengan dukungan penuh seseorang yang sangat spesial. Saya berlomba, saling memberi kabar, dan masih sempat membicarakan masa depan. Saya tak ingat, apakah niat saya lurus atau malah seperti apa?
Saat itu tim kami juga mengalami kekalahan, harapan satu. Bedanya dulu ada seseorang itu, laki-laki yang sepertinya memahami betul saya dan bercita-cita menjadi pendamping hidup saya. Arus asmara itu membawa kami hanyut. Meski hanya di dunia maya.
Bedanya, saya rasakan pertolongan Allah lebih banyak dan dekat. Saya dengan tim yang hebat masih bisa bertahan di posisi itu. Padahal persiapan saya amat singkat. Jelas berbeda, karena kini tak ada lagi laki-laki itu. Tidak ada lagi arus asmara yang dikayuh oleh penggoda manusia.
Dua tahun yang lalu
Dia maya
Lalu tahun itu
Dia nyata
Ada di depan jendela kaca
Tapi berbeda
Jika dulu
Karena perasaan yang tumbuh di jantung itu
Maka sekarang
Jelas hanya kewajiban dan tanggungan di pundak
Terima kasih Robbii aku akan selalu ge-er dan akan tetap ge-er dengan penjagaan dan perhatian-Mu yang begitu besar. Cinta-Mu begitu nyata.
Langganan:
Komentar (Atom)






